Harus bijak menggunakan kartu kredit

Harus bijak menggunakan kartu kredit, demikian ungkapan yang sering saya dengar ketika pertama kali mengajukan permohonan fasilitas kartu kredit kepada satu bank, saya sama sekali belum mengerti cara menggukan kartu kredit itu, hanya dengar-dengar jika kita pintar mengelolanya, akan sangat bermanfaat membantu kita di saat kepepet membutuhkan dana, tapi dengan catatan harus bijak.



Tidak terasa sampai hari ini saya memiliki 4 kartu kredit dari beberapa bank, dengan limit cukup buat saya, dan selama saya menggunakannya, saya tidak pernah mengalami hal-hal yang merugikan, malahan sangat membantu untuk mengatur atau mengelola keuangan saya, apalagi setelah saya menikah dan memiliki anak, tentunya asal kita bisa berhitung dengan cermat dan tetap mengutamakan kebutuhan yang sifatnya mendesak dalam hal penggunaan kartu kredit tersebut, saya merasakan beberapa manfaat seperti :

1. penundaan pembayaran seara tunai, karena kartu kredit memiliki waktu cetak tagihan dan jatuh tempo tagihan, saya bisa memanfaatkan waktu-waktu itu untuk membayar kebutuhan mendesak itu.
2. memanfaatkan promosi / program yang diadakan pihak bank melalui kartu kredit, misalnya program diskon, program cash back dll.
3. merubah transaksi menjadi cicilan, ketika saya hanya bisa menganggarkan dana sebesar Rp. 200.000,- setiap bulannya untuk membeli barang kebutuhan, akan tetapi barang itu harganya di atas 1 juta, solusinya saya membayar dengan kartu kredit, lalu merubahnya menjadi cicilan.

Akan tetapi banyak juga orang yang terjebak dengan utang kartu kredit yang pada akhirnya tagihannya menjadi tak terkendali, karena penggunaannya yang tidak bijak, menjadi boros. Seperti yang dijelaskan di bawah ini.

JAKARTA, KOMPAS.com — Seperempat dari masyarakat Indonesia diketahui masuk dalam kelompok "besar pasak daripada tiang" atau lebih banyak pengeluaran ketimbang pendapatannya.

Berdasarkan hasil riset Share of Wallet, 28 persen masyarakat Indonesia berada dalam kategori broke, atau kelompok yang pengeluarannya lebih besar ketimbang pendapatannya, sehingga mengalami defisit sekitar 35 persen.

Rata-rata pendapatan mereka Rp 4,3 juta per bulan, sementara pengeluaran mereka mencapai Rp 5,8 juta. Ini menimbulkan defisit mencapai Rp 1,5 juta.

"Tipe broke memiliki kecenderungan ingin menaikkan status menjadi upper class. Ini membuat mereka meminjam uang dan memiliki utang agar bisa membeli barang yang dapat menaikkan status sosial mereka," kata Deputy Managing Director Kadence International-Indonesia Rajiv Lamba di Hotel Four Seasons, Rabu (20/11/2013).

Rajiv memandang tuntutan gaya hidup mereka membuat kalangan kategori broke ini mengeluarkan uang lebih banyak. Ia memberi contoh, bila ada ponsel keluaran terbaru atau tren busana terkini, kalangan kategori broke ini akan mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang tersebut.

"Kalau tuntutan gaya hidup mereka tetap seperti saat ini, membeli ponsel terbaru, tren pakaian terbaru, maka diprediksi segmen broke akan bertambah lebih besar," ujar Rajiv.

Survei Share of Wallet dilakukan oleh perusahaan riset internasional Kadence International. Survei dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2013 dan dilakukan terhadap 3.000 responden. Adapun lokasi survei adalah di daerah urban, seperti Jabodetabek, Surabaya, Medan, Balikpapan, Makassar, serta daerah rural di wilayah Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.

Berikut ini kategori barang yang banyak dibeli oleh segmen broke:

- makanan dan minuman: 24 persen
- biaya, iuran, dan sewa: 19 persen
- hiburan dan pakaian: 17 persen
- perokok (khusus kategori responden perokok): 5 persen

sumber : pengalaman pribadi dan http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/11/20/1504379/Demi.Gengsi.Seperempat.Masyarakat.Indonesia.Gemar.Berutang?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp

Mau jadi kontributor di Tukar Info? Dapat pulsa, dapat uang juga ?? 
Silahkan register di sini.